Majalah populer AS "Foreign Policy" yang concern membahas kebijakan politik luar negeri menemukan indikasi bahwa kecepatan penyebaran informasi dan propaganda Taliban Afganistan lebih unggul dibanding pasukan pendudukan Amerika, sehingga Washington terpaksa mencari sistem informasi yang lebih efektif guna mencounter Taliban dalam ranah ini. Demikian dilansir Mafkarah Islam (26/5).
Kolumnis Robert Hadik dalam artikelnya di majalah tersebut menuliskan: “tanggal 20 Mei, Depkominfo Pusat Komando Militer AS baru bisa melansir berita terkait jumlah korban warga sipil Afghan akibat invasi udara Amerika dalam peperangan jarak dekat di wilayah Barat Afghanistan. Ironisnya, peristiwa penyerangan tersebut terjadi semenjak 4 Mei silam”.
Ia melanjutkan: “Terdapat 16 hari masa tenggang antara perang dan publikasi informasi hasil investigasi yang memadai, namun jika laporan ini telah dianggap sebagai upaya strategis, itu artinya Amerika Serikat telah gagal dan harus cari sistem informasi yang lebih mutakhir’.
“Thaliban tidak butuh waktu 16 hari untuk mempublikasikan peristiwa penyerangan tersebut” ujarnya.
Michael Duran, mantan asisten Menteri Pertahanan AS: "hanya berselang 26 menit dari invasi pasukan AS di Afghanistan, berita penyerangan versi Thaliban telah dipublikasikan di bagian bawah video mobile TV BBC."
Majalah “Foreign Policy” menyoroti juga bahwa keunggulan Thaliban bukan karena alasan kecepatan publikasi informasi semata, tetapi juga akses luas ke pelbagai media dalam berbagai bahasa seperti Persia, Pashto, Arab, Inggris di berbagai stasiun radio, kemudian mereka langsung mendistribusikan kaset audio dan menyebarkan pesan-pesan.
Dia menambahkan: "Amerika Serikat sedang mempertimbangkan kebijakan penambahan menara transmisi penyiaran dan meningkatkan efisiensi stasiun siaran berita lokal dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan Afganistan serta berupaya memblokir sebisa mungkin akses internet Thaliban".
Dalam penutup artikel, "Robert Hadik" menghimbau pejabat berwenang AS untuk serius mencarikan solusi sistem informasi mutkhir jika AS ingin mengalahkan sistem informasi Thaliban.(Arif Fortuna)
Kolumnis Robert Hadik dalam artikelnya di majalah tersebut menuliskan: “tanggal 20 Mei, Depkominfo Pusat Komando Militer AS baru bisa melansir berita terkait jumlah korban warga sipil Afghan akibat invasi udara Amerika dalam peperangan jarak dekat di wilayah Barat Afghanistan. Ironisnya, peristiwa penyerangan tersebut terjadi semenjak 4 Mei silam”.
Ia melanjutkan: “Terdapat 16 hari masa tenggang antara perang dan publikasi informasi hasil investigasi yang memadai, namun jika laporan ini telah dianggap sebagai upaya strategis, itu artinya Amerika Serikat telah gagal dan harus cari sistem informasi yang lebih mutakhir’.
“Thaliban tidak butuh waktu 16 hari untuk mempublikasikan peristiwa penyerangan tersebut” ujarnya.
Michael Duran, mantan asisten Menteri Pertahanan AS: "hanya berselang 26 menit dari invasi pasukan AS di Afghanistan, berita penyerangan versi Thaliban telah dipublikasikan di bagian bawah video mobile TV BBC."
Majalah “Foreign Policy” menyoroti juga bahwa keunggulan Thaliban bukan karena alasan kecepatan publikasi informasi semata, tetapi juga akses luas ke pelbagai media dalam berbagai bahasa seperti Persia, Pashto, Arab, Inggris di berbagai stasiun radio, kemudian mereka langsung mendistribusikan kaset audio dan menyebarkan pesan-pesan.
Dia menambahkan: "Amerika Serikat sedang mempertimbangkan kebijakan penambahan menara transmisi penyiaran dan meningkatkan efisiensi stasiun siaran berita lokal dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan Afganistan serta berupaya memblokir sebisa mungkin akses internet Thaliban".
Dalam penutup artikel, "Robert Hadik" menghimbau pejabat berwenang AS untuk serius mencarikan solusi sistem informasi mutkhir jika AS ingin mengalahkan sistem informasi Thaliban.(Arif Fortuna)