by: fortuna
A. Definisi Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memiliki misi mengangkat derajat kemanusiaan dan menegaskan kapasitas manusia yang berpusat pada individu karena manusia memiliki akal, kebebasan, kehendak dan alternatif sehingga tidak membutuhkan Sang Pengarah. Konsep ini tergolong dalam sederet orientasi pemikiran yang sangat kontras dan tidak punya pijakan filosofis yang jelas. Karena ketidak-jelasan dan kegalauan tersebut, makanya paham ekstensialisme tidak mendapatkan tempat dalam deretan tatanan teologi dan pemikiran . Penulis mengistilahkannya dengan aliran filsafat, karena ekstensialisme tidak pantas disebut sebagai sebuah filsafat dan paham, ia hanya merupakan sebuah orientasi pemikiran yang mempresentasikan paradigma para pengikutnya yang menjadikan konsep keber-Ada-an manusia sebagai titik awal keberadaan .
Eksistensialisme diklasifikasikan dalam dua doktrin:
• Ajaran yang mengakui eksistensi Sang Pencipta, meskipun tidak menjadikan ketundukan dan kepatuhan pada Sang Pencipta sebagai sebuah keniscayaan, diantara penganut paham ini seorang Filosof kontemporer terkemuka Jerman yang beragama Katolik, Karl Jaspers. Namun masih dalam ruang lingkup wilayah kajian yang sempit dan sepi peminat dari kalangan ideolog.
• Doktrin atheisme yang mengingkari eksistensi Allah Azza wajalla, diantara pemuka mazhab ini filosof Perancis Jean-Paul Sartre, ajaran eksistensialisme inilah yang memegang kendali dan yang dimaksud dengan terminologi Eksistensialisme sekarang, khususnya yang beredar dalam pemahaman para remaja Eropa saat ini, jadi doktrin ini berlandaskan pada atheisme .
Eksistensialisme sekarang termasuk garda terdepan gerakan Zionisme alasannya karena memiliki kesamaan visi yaitu demi penghancuran nilai-nilai etika, teologi dan agama . B. Latar Belakang Historis Eksistensialisme
Problematika eksistensialisme sebagai aliran filsafat kuno yang telah diperbincangkan oleh generasi awal para tokoh filsafat semenjak mereka mengenal filsafat itu sendiri, hingga problematika ini (eksistensialisme) dan analisa eksistensialisme merupakan titik tolak pertama bagi para filosof, akibatnya tidak ada seorang pun filosof yang ingin mempelajari filsafat secara lebih mendalam, kecuali dia telah menjadikan eksistensialisme sebagai fondasi dasar doktrinnya. Semua filsafat yang tekungkung oleh paham eksistensialisme ini dapat diklasifikasikan dalam 3 orientasi sebagai berikut:
a) Orientasi Dualisme
Membagi eksistensi menjadi 2:
Keberadaan Dzat yang Maha Tinggi; yaitu Allah Taala yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan dan Dial ah yang telah menciptakan alam.
Keberadaan alam materi yang inderawi dan diciptakan oleh Dzat yang Maha Tinggi.
b) Orientasi Spiritual, beranggapan bahwa hanya ada satu eksistensi yaitu Dzat yang Maha Tinggi, ajaran ini dikemukakan oleh aliran ideologi Barahimah.
c) Orientasi Materialistis, beranggapan bahwa hanya ada satu eksistensi yaitu alam yang bersifat inderawi saja. Terbagi dalam tiga kelompok:
a. Mengakui eksistensi Tuhan dan alam materi serta kemungkinan perpaduan antara dua zat yang berbeda ini.
b. Menafikan keberadaan alam materi dan condong pada pendapat wihdatul wujud dan reinkarnasi.
c. Mengingkari keberadaan segala sesuatu melainkan hanya dzat inderawi yang bisa dirasaba dan dilihat, oleh karenanya aliran ini mengingkari perkara-perkara di luar alam yang nampak seperti: keimanan pada Sang Pencipta dan semua yang terkait dengan ke-Tuhan-an dan metafisika .
Sedalam apapun kajian orang-orang terdahulu seputar eksistensi, namun mereka tidak pernah menyebut dirinya sebagai seorang eksistensialis, karena kajian eksistensi bagi orang terdahulu, dijadikan sebagai fondasi doktrin dan ideologi mereka, yaitu ibarat bumi yang menjadi fondasi dari bangunan istana yang tinggi dan filsafat bukanlah tujuan akhir. Eksistensi menurut mereka hanyalah mediasi yang menjadi alat bantu untuk sampai pada tujuan teori filsafat tertentu, sementara pada masa sekarang kajian eksistensialisme menjadikan eksistensi sebagai mediasi dan tujuan akhir .
Sementara itu, ideologi modern Barat terbagi pada dua kelompok yaitu: ideologi materialistis dan ideologi eksistensialis, (ideologi materialistis merupakan ideologi sekuler yang menjadi sumber dasar arah perpolotikan dan ekonomi, baik itu demokrasi maupun marxisme) sedangkan (ideologi eksistensialis yaitu ideologi kemanusiaan yang erat kaitannya dengan perasaan, jiwa dan kehidupan). Para pengusung ide eksistensialisme menilai bahwa idiologi sekuler telah melecehkan dan mengubah harkat manusia menjadi ibarat alat. Oleh karena itu dia berusaha mengkaji keberadaan manusia dan mengetahui secara pasti kedudukannya dalam hidup seta besarnya tanggung jawab atas pilihan yang telah ditentukannya. Namun Sartre menjajaki jalan lain, hingga akhinya ia terjerumus dalam ideologi materialis yang mengingkari Allah, hari kebangkitan dan hari pembalasan . Teori eksistensialisme Sartre bertolak dari ideologi materealis dan ia memilih paham nihilisme dan mengingkari eksistensi Allah sebagai fondasi filsafatnya .
Kaum eksistensialis sangat meyakini keberadaaan manusia dan menjadikannya sebagai fondasi dari setiap ideologi, mereka meyakini bahwa agama-agama dan pandangan-pandangan filsafat yang berkembang luas di abad pertengahan dan zaman modern, tidak mampu untuk memperbaiki realita manusia yang berada dalam keraguan. Sehingganya eksistensialisme merupakan upaya perjuangan manjadikan manusia sebagai standar lengkap dalam seluruh pandangan . Dan supaya manusia memiliki kebebasan dalam setiap perilakunya, ia dapat menetapkan eksistensinya sesuai keinginan dan pola yang ia kehendaki. Untuk mewujudkannya, manusia mesti mengingkari semua batasan-batasan baik teologis, sosial, filosofis maupun moral .
Teologi ini mencakup seluruh penganut eksistensialisme, hanya saja bagi mereka yang masih mengakui keberadaan Allah dan agama langit mengklaim, bahwa maanusia mesti memperlakukan agama seperti eksperimen para sufi, adapun aktifitas kehidupannya maka sesuai dengan seleranya. Inilah sebenarnya motif sekularisme berskala tinggi .
C. Pertumbuhan Arus Eksistensialisme Modern
Seorang failusuf Denmark bernama Soren Kierkegaard dikenal sebagai pendiri utama dari arus eksistensialisme dalam konteks yang lebih modern, gagasan eksistensialisme modernnya mendapat sambutan hangat dari orang-orang yang semasa dengannya dan orang-orang yang lahir setelahnya sehingga Eksistensialisme berhasil menjadi sebuah aliran filsafat.
Kemudian Martin telah berjasa menyempurnakan paham eksestensialisme hingga menjadi sebuah aliran filsafat yang besar, maka dari itu dalam kalangan eksestensialis ia digelari sebagai tokoh besar Eksestensialisme . Sementara Jean-Paul Sartre merupakan pemuka Eksistensialisme terkenal dan kemasyhurannya ini hampir merebak ke seluruh pengusung Eksistensialisme dan ia pula seorang filosof yang pertama kali rela digelari sebagai Eksitensialis.
D. Jean-Paul Sartre
Lahir di Paris tahun 1905, ia menyelesaikan studi di Paris, mendapatkan gelar dalam spesialisasi filsafat tahun 1929, kemudian ditunjuk menjadi Profesor dalam bidang filsafat. Dalam menyampaikan materi kuliah, ia dikenal sebagai seorang dosen yang susah untuk dipahami, baik bahasa maupun maksudnya. Namun herannya lagi, para mahasiswa Jean menganugerahkan mahkota kebesaran dalam pengkultusannya. Ia dikenal sebagai orang yang paling rela berkorban demi paham eksistensialisme. Sartre berupaya meramaikan pangsa pasar pahamnya dengan menggunakan gaya-gaya kesusasteraan, cerita-cerita, penulisan skenario-skenario film dengan memanfaatkan ketenarannya dan gaya bahasanya yang memikat dalam jurnalistik, seolah ia memposisikan diri seperti agama dimana orang-orang mesti meminta padanya. Diantara karya-karyanya: (Ada dan Tiada) yang merupakan karya yang paling fenomenal, lalu (Eksistensialisme sebagai ideologi manusia) sebagai bantahan terhadap buku berjudul (eksistensialisme bukan ideologi manusia), (lalat) dan (pintu rahasia).
E. Tanggapan Sartre terhadap Etika
a. Mengingkari semua nilai-nilai moralitas, layaknya ia mengingkari keberadaan Allah Ta’ala.
b. Penegasannya terhadap keruntuhan nilai-nilai etika dan teologis serta menebarkan paham libertinisme (serba boleh).
c. Mengklaim bahwa eksistensialisme tidak memaksakan satu kewajiban apapun terhadap manusia.
d. Kebaikan dan kejahatan bersifat relatif, hanya manusia yang akan menentukan bahwa sesuatu itu baik atau buruk.
e. Manusia diberikan kebebasan tanpa batas untuk berperilaku sesuai keinginannya.
Sartre berkata: “tidak penting keimanan kita terhadap keberadaan Sang Pencipta, namun kita harus memahami bahwa permasalahan bukan terletak pada ada dan tiadanya Tuhan, yang menjadi problem adalah manusia harus mencari jati dirinya yang hilang, ia harus menerima bahwa tidak ada kekuatan di luar dirinya –sebesar apapun kekuatan tersebut- yang mampu melepaskannya dari jati diri” . Ia meneruskan: “sekarang kita ingin menyampaikan bahwa manusia telah ada sebelum segala sesuatu” . Ia menutup ucapannya: “bahwa manusia adalah pancaran khusus di sela-sela alam semesta, ia berhak membangkang pada siapapun, menciptakan dirinya sendiri tanpa harus menunggu Tuhan yang menciptakan, mengatur dan membatasi gerak-geriknya”. Eksistensialisme atheis versi Sartre tidak mengharuskan kepatuhan dalam motif apapun terhadap Tuhan secara mutlak . Sartre dikenal sering membantu pergerakan Zionisme, dukungannya secara transparan terhadap Israel dalam berbagai aspek tanpa memperhatikan penderitaan jutaan rakyat Palestina yang diusir dari negerinya sendiri. Sartre dan kekasihnya Simon De bu Fuar pernah berkunjung ke Mesir akhir abad 20 dan ia menyampaikan ceramah di Universitas Al-Azhar Kairo .
F. Faktor-faktor Kemunculan Eksistensialisme Modern
Eksistensialisme lahir sebagai reaksi terhadap hegemoni gereja dan perlakuan menyedihkan terhadap kemanusiaan dengan memakai simbol-simbol agama. Eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh paham sekularisme dan aliran-aliran materealisme lain yang mengiringi kebangitan Eropa, karakternya adalah melakukan penentangan dan pemberontakan terhadap gereja. Paham ini sering juga terpengaruh oleh kaidah Sokrates (kenalilah dirimu lewat dirimu), aliran filsafat Stoicisme, pergerakan yang mengkampanyekan atheisme dan liberalisme.
Mimpi buruk Perang Dunia II dan perasaan takut terhadap kefatalannya, menjustifikasi kemunculan aliran eksistensialisme dengan cepat, (malapetaka perang Dunia II dan kehancuran dunia akibat perang merupakan pengalaman pahit yang harus ditelan kemanusiaan, iklim seperti ini sangat mendukung lahirnya paham eksistensialisme dengan doktrin dan interpretasinya, perasaan yang gundah dalam jiwa manusia merasa bahwa alam berjalan menuju kehancuran dan kealpaan) .
Untuk itu mereka mengklaim bahwa eksistensi sejati hanya milik manusia, pada gilirannya ia bebas menciptakan dan memilih sesuatu sekehendaknya. Manusia kuasa menciptakan dirinya, apatis, bahkan menentang semua batasan dan aturan yang mengikatnya . Dalam artian, manusia berhak menghantam semua batasan-batasan etika, sosial dan agama. Dengan bersikap egiois dan apatis dalam menilai sesuatu. Sebuah solusi lugu yang memusingkan, yang tidak lain hanya akan menambah hancur kehidupan berupa kemunduran umat manusia, keterbatasan diri dan kurang memahami tujuan hakiki dari hidup dan atas alasan apa sesuatu itu ada . Jadi eksistensialisme sebuah filsafat nihilisme negatif dari A sampai Z yang ingin membunuh karakter berpikir dalam diri manusia, dan melumpuhkan potensi pemanfaatan akal dan logika. Paham ini mengklaim jika kalian ingin solusi, maka bunuhlah akal dan logika dari dirimu apalagi agama dan Sang Pencipta .
G. Dampak Negatif Eksistensialisme sebagai Ideologi Manusia
Eksistensialisme berkonsentrasi dalam masalah terkait individu dan kebanggaan diri sebagai manusia yang merupakan eksistensi permanen, ideologi yang lebih mengedepankan eksistensi individu ketimbang eksistensi masyarakat, ideologi ini beranggapan bahwa manusia punya kebebasan mutlak menentukan posisi dalam hidup, jika ia telah menentukan pilihan maka ia harus bertanggung jawab terhadap akibatnya, manusialah pihak yang paling berwenang menjudge bahwa sesuatu itu baik atau buruk, meskipun sesuatu yang dinilainya baik itu adalah hal buruk dalam pandangan orang lain dan masyarakat.
Eksistensialisme menolak norma-norma, nilai-nilai terpuji, kebaikan, keadilan dan tanggung jawab serta berdiri di puncak egoisme sembari meneriakkan: “janganlah kalian mengingkari eksistensi kalian yang hanya akan menjadikan kalian alat bagi orang lain”, eksistensialime condong pada perasaan dan suara hati serta menolak logika dan kebijaksanaan. Dan kita menyakini bahwa penolakan terhadap norma-norma etika dan moralitas, sama halnya dengan menjerumuskan diri ke tengah lautan hawa nafsu dan keinginan-keinginan hewani manusia yang akan mengancam keberadaan umat manusia.
Ideologi ini terlalu “hiper” memberikan kebebasan terhadap masing-masing individu yang berakibat menganggu kebebasan orang lain, tidak mau menyatu satu sama lain (gaya hidup hedonis). Gaya hidup ini akan mengembalikan sistem kehidupan “ala rimba”. Ideologi ini menjerumuskan umat manusia dalam jurang kegalauan dan ketidak pastian, paham ini juga mendikotomi antara kehidupan spiritual dan materi, eksistensialisme juga memposisikan manusia sebagai makhluk asing yang hidup dalam kesusahan dan keputus-asaan serta menghalangi manusia dari nilai-nilai positif yag akan membangitkan kepercayan diri, ketenangan dan kedamaian hidup.
Eksistensialisme mengingkari semua nilai-nilai budaya, etika dan ilmu pengetahuan hasil temuan manusia, ia bahkan tidak peduli dengan hal-hal ini dengan harapan masing-masing individu kembali ketitik awal dari lembaran hidupnya. Sayangnya, yang dimaksud dari titik awal adalah masa ketika manusia tidak mengakui keberadaan Tuhan (atheism) dan agama. Tentunya paham ini akan berdampak buruk terhadap individu tersebut, karena eksistensialilsme menginginkan individu terlepas dari kehidupan umum dan bukan merupakan bagian dari kehidupan umum.
Paham ini merupakan faktor penyebab demoralisasi, pergaulan bebas dan paham ketidak pedulian dalam kehidupan para remaja Barat dan Amerika yang akan bermuara pada gaya hidup hedonisme dan kehilangan kepercayaan diri dalam menghadapi problematika hidup yang sangat kompleks. Tidak benar ungkapan yang menyanggah bahwa ini sebuah kesalah pahaman dalam memaknai eksistensialisme, karena pada kenyataannya bantahan ideologl ini akan eksistensi Allah, penolakannya terhadap nilai-nilai etika dan agama, pemberian kebebasan tanpa batas terhadap insting manusia. Kesemuanya itu menjadi penyebab kemunculan berbagai kerusakan dalam kehidupan generasi muda di Barat .
H. Islam versus Eksistensialisme
DR. Muhsin Abdul Hamid mengatakan : “keislaman kita belum akan mencapai titik kesempurnaan selama belum menjadikan Islam sebagai standar yang menjadi tolok ukur semua problematika hidup, semua konsep yang sejalan dengan prinsip-prinsip dasar Islam dan selaras dengan spirit Islam yang fleksibel, maka konsep itu termasuk dalam kategori Islam yang harus dipraktikkan dan disebarkan, sebaliknya semua konsep yang bertentangan dengan salah satu prinsip dasar Islam, maka konsep itu bathil dan tidak boleh dipercayai apalagi dikampanyekan dan disebarluaskan di tengah-tengah umat.
Eksistensialisme termasuk salah satu dari sekian banyak konsep yang bertentangan dengan prinsip Islam, karena pandangannya yang kontradiktif dengan kehidupan pribadi dan sosial. Disini saya akan mencoba menjelaskan titik-titik krusial letak ketidaksepahaman Islam dan eksistensialisme:
• Islam adalah agama monotheisme murni yang sudah didesain dalam sesempurna mungkin, Allah Taala adalah Pencipta alam dan semua yang ada dilangit dan dibumi, Dialah yang mengetahui urusan sebelum dan sesudah kejadiannya, Dialah Dzat yang Maha Sempurna, yang Maha Hidup dan tak akan pernah mati dan Dialah Allah yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sementara eksistensialisme tidak mengakui eksistensi Allah dan hanya percaya pada kehidupan inderawi. Sama halnya dengan paham materialisme yang mengantarkan ke jurang atheisme dan kekafiran, sebagaimana diungkapkan oleh Sartre dalam bukunya “Eksistensialisme sebagai Ideologi Manusia” secara transparan dan tanpa tedeng aling-aling. Atas landasan ini, maka setiap muslim yang percaya pada ideologi ini berarti dia telah murtad (keluar) dari Islam dan telah kafir, sehingga layak diperlakukan sesuai dengan aturan-aturan keluarnya seseorang dari Islam yang telah dijelaskan secara detail dalam buku-buku fiqh. Bagi saudara yang ingin tahu lebih banyak seputar hal ini, silahkan buka kembali buku-buku fiqh yang khusus membahas masalah tersebut.
• Islam menegaskan bahwa hubungan antara seorang hamba dengan Penciptanya merupakan hubungan yang akan meninggalkan efek positif. Allah Taala menurunkan syariatNya bagi manusia, didalamnya mencakup kaidah-kaidah umum dalam membangun sebuah infrastruktur masyarakat. Dan Allah mewajibkan hukum-hukum yang membuahkan norma-norma dan etika-etika terpuji yang akan menjaga nilai-nilai kemanusiaan dalam jiwa umat manusia, mengarahkan insting-insting hewani manusia dam menyucikan hawa nafsu yang selalu mengarahkan pada kejelekan. Nilai keadilan, kebenaran, kebaikan, keindahan, harga diri, cinta dan kemerdekaan merupakan nilai-nilai yang mustahil mengandung multi interpretasi sesuai dengan perjalanan roda kehidupan, sebaliknya eksistensialisme mengingkari norma-norma permanen yang telah berdiri kokoh, sebagaimana tergambar sekilas dari pandangan Sartre bahwa manusia bebas menentukan nilai dan perilaku yang cocok dengan keinginannya. Kesalahan mainstream ini telah berkolaborasi dengan aliran filsafat lain yang berpaham libertinisme, seperti dalam kehidupan seksual yang telah mengancam Eropa, Amerika dan negara-negara lain di dunia. Paham ini telah menggiring para generasi muda melakukan perilaku-perilaku yang tak senonoh, membangkang terhadap kemanusiaan, hidup dalam kerangka “kebinatangan” yang sangat jauh dari nilai kebaikan, keindahan, cinta dan citarasa. Buktinya, gelombang gaya hidup para generasi muda yang menjalani hidup dengan penuh kegalauan dan ketidakpastian. Hasilnya, mereka berusaha lari dari kenyataan hidup, terjun dalam kehidupan morphin, ganja dan minuman-minuman candu lainnya, disebabkan oleh pengaruh ganja ini akhirnya mereka melakukan kejahatan lain yang lebih beresiko tanpa ada sebuah naluri keagamaan dan kontrol sosial yang mengawasi. Kehidupan semacam inilah yang dirindukan oleh paham eksistensialisme.
• Islam lebih memprioritaskan kemaslahatan umum dibanding kepentingan pribadi tapi bukan berarti menyia-nyiakan kepentingan pribadi, Islam mengajarkan individu guna menghormati kepentingan bersama ketimbang egoisme pribadi. Atas landasan ini, hukum dan perundang-undangan Islam secara implisit bersifat sosial-orientid, sementara eksitensialisme lebih mementingkan egoisme pribadi sehingga akan berujung pada kekacauan kehidupan sosial sebagai konsekwensi dari kebebasan masing-masing individu yang tidak menimbang kepentingan bersama.
• Dengan berbagai media, Islam berusaha menebarkan bibit-bibit keoptimisan dalam menjalani hidup. Firman Allah Yusuf 87:
Artinya: Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".
Sebaliknya eksistensialisme menerapkan konsep pesimistis dalam hidup yang menganggap manusia hanya dzat yang sia-sia dan tak punya tujuan.
• Islam telah memberikan gambaran ruang lingkup kehidupan manusia, ia bukan makhluk ibarat domba sesat yang berada di tengah gerombolan tak tahu harus kemana, dengan kata lain manusia bukanlah makhluk yang berada di persimpangan jalan dan tak bisa menentukan jalan lurus yang akan menyampaikannya pada tujuan. Berbeda halnya dengan eksistensialisme yang tidak menetapkan aturan-aturan dan solusi-solusi tertentu, karena setiap manusia bebas memilih jalan hidup dan solusi dari segala problematikanya, tanpa harus membutuhkan penunjuk yang akan membimbing dan lampu yang akan menerangi perjalanannya. Ketika Sartre didatangi seorang mahasiswanya yang berada dalam kegalauan pikiran untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi, namun herannya Sartre malah memberikan banyak alternatif terhadap mahasiswanya yang sedang dalam kebingungan agar dia bebas memilih sesuai keinginannya. Karena alasan ini para ideolog melemparkan tuduhan-tuduhan terhadap teori eksistensialisme sebagai teori yang hanya akan menggiring pada kemalasan, kegalauan pemikiran, kegelisahan, kedunguan, kelemahan, kefasikan dan dekadensi moral.
Bagi saudara yang pernah menelaah buku-buku Paul Sartre dkk akan melihat secara gamblang agenda-agenda dari pergerakan yang didanai oleh Zionisme Dunia. Agenda mereka adalah memutuskan hubungan hamba dengan Penciptanya dan keluar secara total dari nilai-nilai moralitas yang dianut bangsa-bangsa, sehingga dengan mudah mereka bisa memanfaatkan korbannya demi mewujudkan misi-misi mereka.
Kesimpulan: Jika agenda dari eksistensialisme, agar manusia bisa menemukan jati dirinya, maka hal itu juga didorong oleh Islam selama masih berada dalam ruang lingkup Islam. Manusia tidak diperkenankan untuk berbangga diri dan memupuk sifat egois agar tidak keluar dari jalur misi risalah yang telah digariskan. Dalam hal ini, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang menimbulkan kegelisahan dan kebingungan terhadap tujuan keberadaan manusia dalam paradigma yang lurus . Walau bagaimanapun para eksistensialis memoles paham ini tapi ia akan tetap dianggap sebagai musuh dari agama-agama, moralitas dan nilai-nilai etika .
Untuk lebih detail lihat:
Al-Wujudiyyah al-Mu’minah wa al-Mulhidah oleh DR. Muhammad Ghulab.
Al-Mazahib al-Mu’ashirah wa al-Mauqif al-Islam minha oleh DR. Abdurrahman ‘Amirah
Al-Wujudiyyah wa wajihatuha ash-shuhyuniyyah oleh DR. Muhsin ‘Abdul Hamid
Mabahis fi ats-Tsaqafah al-Islamiyyah oleh DR. Nu’man as-Samra’i
Dirasat fi al-Falsafah al-Mu’ashirah oleh DR. Zakariya Ibrahim
‘Aqaid al-Mufakkirin fi al-Qarn al-‘Isyrin oleh Abbas Mahmud al-‘Aqqad
Nahwa Mazhab Islamy fi al-Adab wa an-Naqd oleh DR. Abdurrahman Ra’fat al-Pasya
Al-Adab wa Mazahibuhu oleh DR. Muhammad Mandur
Al-Mazahib al-Adabiyyah min al-Klasikiyyah ila al-Abbasiyyah oleh DR. Nabil Raghib
Al-Mausuah al-Muyassarah fi al-Mazahib wa al-Adyaan wa al-Ahzab al-Mu’ashirah cet 3 jil 2 hal 828-831 dan jil 2 hal 898-900.