By fortuna
a. Prinsip Universalitas Ilmu
Allah SWT meninggikan derajat ilmu pengetahuan, memotivasi untuk membaca dan memuliakan pena sebagai media. Dalam ayat yang pertama kali diturunkan pada Rasulullah QS. Al-‘Alaq 5:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.Allah Ta’ala juga menyandingkan kualitas iman dengan ilmu sebagai sinyalemen akan ketinggian dan kemuliaan derajat para ulama disisi Allah. QS. Al-Mujadilah 11:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.Rasul Saw memposisikan kedudukan dan ganjaran pahala para penuntut ilmu setara dengan barisan mujahidin fisabilillah yang berjuang menegakkan kalimat Allah di muka bumi. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmizi:
من خرج في طلب العلم فهو في سبيل الله حتى يرجع
Artinya: Siapa yang pergi untuk menuntut ilmu berarti ia berada dalam jalan Allah (fisabililllah) hingga ia kembali.Rasul Saw juga mengkategorikan jalan para penuntut ilmu sebagai jalan menuju syurga. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim:
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا إلى الجنة
Dan atas dasar “spirit ilmiah” yang diangkat Islam ini pula, sejarah pernah mengukir detik-detik disaat seorang Al-Bairuni yang berada dalam kondisi sakaratul maut, dihadapannya masih berlangsung sebuah diskusi mengangkat tema yang agak rumit seputar problematika warisan. Al-Bairuni meminta salah seorang yang hadir dalam ruangan tersebut guna menjelaskan duduk persoalannya pada beliau, salah seorang hadirin angkat bicara: masih masih sempatkah engkau menanyakan persoalan ini sementara engkau berada dalam kondisi seperti ini (sakartul maut)?. Lantas Al-Bairuni menjawab: “kondisi disaat saya bertemu Allah dalam keadaan memahami persoalan-persoalan tersebut lebih utama ketimbang saya tidak mengetahuinya sama sekali”.
Ilmu pengetahuan dalam konteks Islam mencakup semua ilmu yang bermanfaat, baik ilmu agama maupun ilmu dunia, bersifat teori maupun eksperimen, atau kewajibannya yang ditujukan pada masing-masing individu (fardhu ‘ain) maupun kewajiban kolektif yang bisa diwakilkan (fardhu kifayah). Selama ilmu tersebut masih berjalan dalam koridor pelayanan kepentingan agama dan dunia, demi kemajuan dan peradaban serta selama masih jelas-jelas demi kepentingan kehidupan dan kemanusiaan.
Bukti-bukti yang Mengungkap Keuniversalan Konsep Ilmu dalam Islam
Ketika Islam memotivasi umat guna menuntut ilmu, Islam tidak meletakkan batasan-batasan apakah ini ilmu agama atau ilmu dunia, ini teori atau eksperimen. Sebaliknya, Islam menetapkan terminologi ilmu yang mencakup semua ilmu yang bermanfaat bagi umat untuk kepentingan agama dan dunia mereka. Firman Allah QS. Thoha 20:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Artinya: Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
Dalam ayat diatas, cakupan pengertian ilmu pengetahuan tidak terbatas hanya pada ilmu agama atau ilmu dunia semata, namun lebih kepada sebuah istilah yang bersifat global dan mencakup dua sisi tersebut, atau dengan kata lain mencakup semua jenis ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan.
Disamping itu Allah berfirman QS. Al-Anfaal 8:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
Artinya: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.Persiapan ini mencakup semua hal yang terkait dengan materi, fisik, serta moral. Sehingga semua ilmu yang dituntut demi semua persiapan tersebut tergolong dalam kategori kewajiban kolektif atau fardhu kifayah bagi umat Islam. Berdasarkan prinsip ini, mempelajari ilmu tekhnik, fisika, kimia, atom dan listrik merupakan fardhu kifayah bagi umat Islam yaitu kewajiban sekelompok umat Islam yang jika telah ditunaikan berarti terlepaslah tanggung jawab yang lain, sementara jika tidak ada seorang pun individu yang menjalankannya maka setiap muslim ikut menanggung dosa.
Bukti lain yang menguatkan konsep keuniversalan ilmu dalam Islam adalah keberadaan teks-teks Al-Quran yang memberikan motivasi untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi -pada dasarnya- merupakan dorongan untuk melakukan eksperimen dengan segenap ragam dan variasinya, karena ketika seorang muslim mengamati rahasia-rahasia alam semesta, mendalami misteri-misterinya serta mengkaji sunnatullah yang berlaku di alam, maka hal itu akan semakin meningkatkan dan memperkokoh keimanan pada Allah yang Maha Menciptakan dan akan semakin mengagumi ciptaanNya yang indah. Dari sini kita dapat memahami firman Allah QS. Fathir 28:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.Karena seorang yang alim ketika pengetahuannya bertambah tentang misteri-misteri yang terjadi di alam, maka semakin bertambah pula keimanan dan taqwanya pada Allah.
Bukti lain yaitu sebuah kaidah dalam disiplin ilmu ushul fiqh yang mengungkapkan: “sebuah kewajiban yang tidak terealisasi kecuali dengan keberadaan unsur pendukung, maka unsur pendukung tersebut termasuk pula dalam kategori wajib.
Artinya, jikalau seandainya persiapan perang pada zaman dahulu masih terbatas dengan menggunakan perlengkapan kuda, baju perang, anak panah dsb yang memang relevan dengan spirit zaman waktu itu, maka tentu kondisinya akan berbeda jika kita komparasikan dengan zaman sekarang, karena umat Islam harus menyiapkan rudal-rudal, bom, pesawat tempur, dan meriam sebagai perlengkapan perang, seiring dengan tuntutan perlengkapan persenjataan zaman sekarang, agar umat Islam mampu mengimbangi kekuatan orang kafir dengan persenjataan yang serupa. Karena jika tidak, maka sesungguhnya umat Islam telah berbuat dosa karena mereka tidak menunaikan kewajiban ini dan mengabaikan persiapan kekuatan guna menghadapi orang-orang kafir.
Dari sini dapat kita pahami bahwa konsep ilmu pengetahuan dalam Islam punya peranan yang dominan sebagai pembuka akses menuju sebuah kemajuan peradaban sepanjang masa.
b. Prinsip Memikirkan Hasil Ciptaan Allah SWT.
Betapa banyak dan menakjubkannya ayat-ayat Al-Quran yang mendorong untuk mengamati dan memikirkan penciptaan langit dan bumi, sembari mengumandangkan agar logika dan rasio manusia berupaya memahami dan mentadabburinya sehingga mereka bisa mencapai ilmu, substansi dan hakikat yang benar. Diantara ayat-ayat tersebut:
QS. Al-Baqarah 164:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi: Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.QS. Ali Imran 190:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.QS. Yunus 101:
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا تُغْنِي الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لا يُؤْمِنُونَ
Artinya: Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".QS. Ar-Ruum 8:
أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ
Artinya: Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.QS. Ar-Ruum 24:
وَمِنْ آيَاتِهِ يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.QS. Al-Ghaasyiyah 17-21:
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ () وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ () وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ () وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ () فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.Teks-teks Al-Quran ini disamping menyita perhatian manusia terhadap eksistensi Allah yang Maha Esa serta menggerakkan hati, perasaan dan jiwa manusia untuk beriman kepadaNya, maka disaat yang sama teks-teks tersebut juga berkontribusi membuka rasio serta logika manusia guna memahami konsep-konsep baru tentang pengetahuan alam, ilmu biologi dan rahasia di balik kehidupan. Tujuannya agar semakin meningkatkan keimanan terhadap kebesaran Sang Pencipta, mengokohkan keyakinan dalam jiwa akan takdirNya. Maha Suci Allah yang telah berfirman dalam QS. Fushshilat 53:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?Dari sini kita pahami bahwa memikirkan hasil ciptaan dan kreasi Allah merupakan salah satu akses menuju sebuah peradaban dan merupakan cahaya penerang untuk menyingkap ilmu pengetahuan sepanjang masa hingga hari kiamat kelak.
c. Prinsip Manusia sebagai Makhluk yang Mulia
Allah Ta’ala berfirman QS. Al-Isra 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.Lantas dimanakah letak kemuliaan manusia tersebut?
1. Allah muliakan manusia dengan logika dan perasaan
Dua unsur ini (logika dan perasaan) merupakan media ilmu pengetahuan, alat penyingkap esensi dan hakikat sesuatu serta berperan dalam menyingkap kebesaran dan keagungan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Allah berfirman QS. An-Nahl 78:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.Sebagai timbal balik dari karunia Allah Ta’ala ini, manusia diembankan tanggung jawab oleh Allah bilamana ia tidak memanfaatkannya dalam ketaatan dan loyalitas pada Allah. Allah berfirman QS. Al-Isra’ 36:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.Bahkan Allah mendeskripsikankan orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya ibarat hewan ternak bahkan lebih. QS. Al-A’raf 179:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Artinya: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.2. Allah Mengangkat Manusia Menjadi Pemimpin Dunia
QS. Al-Baqarah 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".QS. Al-An’am 165:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ
Artinya: Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi.Selama manusia menjadi khalifah di muka bumi berarti ia lah pemimpin, penanggung jawab, penguasa, dan penyingkap misteri alam semesta. Hal ini tidak akan terealisasi kecuali jika dibarengi oleh ilmu pengetahuan agar bisa menundukkan kekuatan-kekuatan alam semesta dalam rangka perwujudan kemajuan peradaban dan kemuliaan manusia.
3. Allah Tundukkan Alam Semesta untuk Manusia
QS. Al-Jaatsiyyah 12-13:
اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: Allah lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.Selagi alam semesta ditundukkan oleh Allah demi kepentingan manusia, makanya manusia sangat dituntut mengeksploitasinya demi kepentingan kemajuan peradaban, human service, serta demi kemuliaan spesies manusia. Bertolak dari penjelasan diatas, kita semakin menyadari bahwa kemuliaan yang Allah anugerahkan pada manusia merupakan salah satu akses menuju sebuah peradaban modern dan akses menuju penemuan hal-hal baru dalam ilmu pengetahuan dan sains.
d. Prinsip Persamaan HAM
QS. An-Nisa 1:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya: dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.QS. Al-Hujurat 13:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.Dalam khutbah Rasulullah ketika haji wada’ beliau berpesan:
كلكم لآدم، وآدم من تراب، لا فضل لعربي على عجمي، ولا لأبيض على أسود إلاَ بالتقوى والعمل الصالح
ِArtinya: Masing-masing kamu berasal dari Adam, sementara Adam berasal dari tanah, orang Arab tidak lebih utama dibanding non-Arab dan orang putih tidak lebih baik dibanding orang hitam kecuali dengan taqwa dan amal shalih.Semua teks ini kembali menegaskan bahwa semua pihak yang berafiliasi dalam naungan panji Islam, berarti secara otomatis ia telah berkontribusi dalam kemajuan peradaban manusia tanpa memandang bangsa, warna kulit dan bahasa. Sejarah telah menuturkan bahwa orang-orang non-Arab pernah memegang tampuk kekuasaan tertinggi dan jabatan yang mulia dalam pemerintahan Islam bahkan tercatat juga bahwa mereka merupakan ahli dan pakar terkenal dalam kecerdasan dan kemajuan peradaban. Mereka itu seperti Abu Hanifah, Sibawaih, Al-Bairuny, Khawarizmy, Ar-Razi, Ibnu Sina dan para pakar lain dalam bidang hukum Islam, kedokteran, matematika, filsafat, sejarah, falak, geografi, dan disiplin-disiplin ilmu lain. Bahkan sejarah telah mencatat mereka sebagai orang-orang yang pernah berkontribusi dan berjasa dalam peradaban manusia. Diantara realita yang menguatkan pernyataan diatas:
Umar bin Khattab RA pernah bertemu dengan Nafi’ ketika ia hendak berangkat haji, ………..
Atho’ bin Abi Rabbah budak Bani Fahr pernah diamanahkan tugas masalah perfatwaan di Makkah, dan pernah suatu ketika juru penerangan dari dinasti Umayyah menginformasikan pada musim haji: “tidak ada yang berhak mengeluarkan fatwa selain Atho bin Abi Rabbah”. Seorang sosok alim Atho’ dengan penampilan yang sederhana, kulit agak hitam dan bukan berasal dari keturunan Arab memangku jabatan tinggi dan strategis dalam satu negara.
Thowus bin Kisan -keturunan Persia- tidak peduli meski sering membeberkan kekurangan dan kesalahan para penguasa yang beliau sampaikan dalam berbagai ceramahnya, namun beliau sangat disegani dan sering dimintai pendapat oleh para penguasa dan ketika beliau wafat, jenazahnya di arak oleh orang-orang Arab dalam jumlah yang sangat banyak.
Washil bin Atho’ penganut Mu’tazilah pernah menjadi hamba sahaya Bani ……. Akhirnya ia menjadi ahli bahasa, sastra dan ilmu-ilmu lain. Tak ada yang bisa memungkiri kepiawaian dan kecerdasannya dalam disiplin ilmu tersebut.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh lain yang tidak diungkapkan karena begitu banyaknya. Tiada yang mampu menutup mata dan berpura-pura tidak mengenal perdaban Islam di era dinasti Saljuk dan Timor di Asia Tengah. Begitupula peranan orang-orang Turki dalam Dinasti Utsmaniyyah (Otthoman) dalam kemunculan, kebangkitan peradaban dan kejayaan peradaban Islam. Jika kita amati satu persatu, mereka semua bukan berasal dari Arab. Dari sini kita semakin memahami bahwa setiap individu yang menjalankan agama Islam ini dari semua aspek seperti aqidah, ibadah dan hukum, berarti telah ikut serta dalam membangun peradaban kemanusiaan dan kemuliaaan umat Islam sepanjang zaman.
Kesimpulannya, bahwa prinsip persamaan derajat dan HAM dalam Islam merupakan pintu akses menuju kemunculan dan kejayaan peradaban manusia sepanjang sejarah.
e. Prinsip Transparansi dan Kesediaan untuk Saling Memahami.
Firman Allah QS. Al-Hujurat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Rasulullah SAW pernah bersabda dalam sebuah hadits riwayat Tirmizi dan ‘Askary: “hikmah merupakan barang hilang orang yang bijak, bila ia menemukannya maka ia berhak terhadapnya.
Diantara bukti prinsip keterbukaan dalam Islam adalah perilaku baik, bijak dan adil dalam menghadapi orang-orang yang berbeda agama namun mereka tidak mengusik, mengusir dan memerangi umat Islam dari negerinya karena motif agama. Firman Allah QS. Al-Mumtahanah 8:
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.Bukti lain, sikap dan perilaku menepati janji meskipun terhadap orang-orang musyrik. Firman Allah QS At-Taubah 4:
إِلا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
Artinya: kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.Hal lain yang menegaskan sikap keterbukaan umat Islam adalah melindungi orang-orang non muslim yang meminta suaka dengan harapan mereka dapat mendengarkan kebenaran dan bersedia mengikutinya. Firman Allah QS. At-Taubah 6:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ
Artinya: Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.Bentuk lain dari sikap terbuka umat Islam adanya legitimasi dan izin memakan sembelihan ahli kitab dan menikahi wanita ahli kitab. QS Al-Maidah 5:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.Berdasarkan nash-nash diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa umat Islam terbuka terhadap non muslim dan bersedia untuk lebih mengenal dan memahami bangsa-bangsa lain meskipun berbeda keyakinan. Hasil yang dipetik umat Islam dari sikap terbuka ini adalah mereka bisa mengenal dan mengambil manfaat dari model peradaban dan kemajuan yang beraneka ragam, seperti peradaban Yunani, Romawi, Persia, India dan peradaban-peradaban lain yang semasa. Umat Islam berupaya menggali semua produk-produk peradaban di atas, sehingga muncul beragam pengalaman dan pengetahuan umat yang mencakup aspek yang lebih luas baik di bidang perindustrian, bisnis dan perdagangan, pertanian, pembangunan infrastruktur, ilmu pengetahuan dan sains, serta kesenian. Dan yang perlu dingat, upaya penggalian produk-produk peradaban tersebut tidak hanya sampai disitu saja, karena pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan dari mereka mesti dilebur dan dicelup terlebih dahulu dengan nilai-nilai Islamy, hingga akhirnya lahir sebuah peradaban yang telah berstempel dan bercap Islam.
Jika Islam telah dibekali dengan prinsip-prinsip di atas (keuniversalan konsep ilmu, memikirkan hasil ciptaan Allah, manusia makhluk yang mulia, persamaan derajat dan HAM, dan terbuka) maka sudah sepantasnya bagi umat Islam yang benar-benar memahami prinsip-prinsip agama mereka dan bertindak selaras dengan tuntutan syariat Islam untuk membawa obor penerang ilmu pengetahuan dan sains, mengenalkan panji-panji peradaban dan kemajuan Islam ke pentas dunia, menjadi penguasa dan pemimpin dunia, pembawa suluh hidayah ke tengah-tengah percaturan kemajuan bangsa-bangsa serta mampu menjadi mercusuar yang bersinar terang di tengah kegelapan samudera di belantara malam.
Ketika para pendahulu kita telah memahami Islam dengan pendekatan konsep ini, kemudian mereka berupaya memanifestasikan ajaran-ajaran tersebut dalam wujud kerja nyata, akhirnya mereka mampu menjadi pemimpin-pemimpin dunia, tokoh-tokoh besar yang tercatat dalam tinta sejarah, para pemikir handal serta pemikul bendera-bendera kemajuan peradaban. Tidak hanya itu, bahkan belahan dunia Barat dan Timur berupaya menyerap hasil pengetahuan umat Islam, menimba ilmu dari sumber-sumber sains Islam serta bangkit menuju pencerahan karena berkat peradaban dan kemajuan Islam.
Nanti pembaca yang budiman dapat pula melihat dalam bab “kesaksian-kesaksian” sebuah kajian betapa banyak orientalis, para pakar ilmu sosial, dan para filusuf objektif yang menilai akan keagungan peradaban Islam dalam dunia kedokteran, kimia, fisika, matematika, filsafat, sosial, astronomi dan sejarah. Lalu sejauh manakah peradaban ini mampu memberikan dampak dan pengaruh terhadap kebangkitan negara-negara di kawasan Barat dan Timur pada zaman modern ini? Pembaca juga akan menemukan dalam bab “jalur dan akses peradaban Islam” bahasan seputar proses transformasi peradaban Islam ke belahan dunia Timur dan Barat serta pencerahan kehidupan kemanusiaan sebagai produk dari peradaban Islam yang kekal. Dan dalam bab “Ruang Lingkup dan Dampak Peradaban Islam dalam Pembangunan Infrastruktur Dunia” bahasan bagaimana konsep peradaban Islam yang komferhensif dan variatif serta bagaimana pula pengaruhnya terhadap kebangkitan bangsa-bangsa. Untuk itu, sudah menjadi keniscayaan bagi para pemuda Islam pejuang agama ini guna memahami esensi dari konsep Islam dan keagungan agama ini.