Ghazwul Fikri

Translated by: Arif Fortuna
A. Defenisi Ghazwul Fikri

Ghazwul Fikri (sebuah terminologi detail yang merefleksikan kefatalan konsekwensi dari pemikiran-pemikiran yang dianggap remeh oleh orang kebanyakan karena pemikiran itu hadir di tengah-tengah mereka secara implisit dan diam-diam) . Defenisinya " Media-media non militerisme yang diadopsi oleh Perang Salib dengan tujuan menghapus wajah peradaban Islam serta pengalihan konsistensi umat Islam terhadap agamanya yang terkait dengan wacana aqidah, pemikiran, kultur budaya dan konsep moral (etika) ". Dalam ghazwul fikri ini, senjata yang digunakan berupa ide, gagasan, pemikiran, pandangan, rekayasa, teori, gaya bahasa memukau, diskusi alot, perseteruan, pemutar balikan fakta dan media-media lain yang tak kalah pentingnya bila dibanding dengan pedang dan bom nuklir yang dipergunakan para angkatan militer dalam perang fisik'.
Ghazwul fikri dikenal dengan karakter keuniversalannya karena ia merupakan peperangan yang berkesinambungan dan tak mengenal medan, hingga dapat menjangkau aspek-aspek detail kehidupan manusia. Pada posisi ini, pengaruhnya lebih dominan dibanding perang senjata karena perang pemikiran sanggup merambah dunia yang tak tersentuh oleh perang militer, perang pemikiran mampu melumpuhkan semangat pihak pecundang perang hingga mencair dan melembek. Sehingga dengan mudah dia menyerahkan diri pada ketidakberdayan dan kematian di penggorengan musuh dan jadilah dia sosok yang hina tak berguna, dan yang lebih parah lagi pemikiran-pemikiran musuhnya malah menjadi keyakinan yang menancap di relung hatinya yang paling dalam, sampai-sampai idealisme dan paham yang dianut selama ini berubah 180 derajat, kemudian dia terlahir kembali sebagai sosok baru yang berkarakter berbeda dalam etika, moral dan selera. Anehnya lagi, pecundang perang ini malah berbangga diri dengan keadaan dan posisinya yang baru sembari mengira bahwa dialah sosok yang perlu dianugerahi penghargaan atas jasa-jasanya. Dengan kata lain, “sapi potong menyambut baik kedatangan tukang bantai”.

B. Penyebab Penggunaan Teori Ghazwul Fikri

Pasca kekalahan berturut-turut angkatan perang militer Eropa dalam Perang Salib melawan tentara Islam, mereka menyadari sepenuhnya bahwa dengan perang militer saja mereka tak akan pernah mampu menghancurkan Islam. Hal ini semakin mereka yakini setelah melewati berbagai pengalaman pahit dengan umat Islam, karena Islam -secara aqidah dan prinsip- merupakan sumber kekuatan umat dan faktor pemersatu mereka dalam satu naungan ikatan persaudaraan yang saling mengasihi meskipun berbeda suku dan kebangsaan. Islam juga yang memotivasi mereka untuk berjihad dan berperang melawan kaum kafir serta menempatkan jihad sebagai sebuah tuntutan dan kewajiban yang mesti dikerjakan.

Lewat Islam pula mereka didesain menjadi karakter-karakter unik yang menampik sederet loyalitas pada non-Islam dan karena spirit Islam mereka berusaha dengan segala daya upaya terbentuk jadi struktur unik yang tidak rela dipimpin bangsa-bangsa dunia bahkan merekalah yang layak memimpin dunia, mereka bangga dengan keberadaan diri tanpa kenal kehinaan. Karena semua alasan ini, angkatan perang militer kaum salibis berjatuhan, malah Perang Salib sering dijadikan ikon pembangkit spirit jihad dan penguat semangat dikala keadaan lemah dan pertikaian melanda umat.

Kita perhatikan dalam perjalanan sejarah -dulu maupun sekarang- terdapat sejumlah tokoh Eropa yang meneriakkan urgensi pemusatan konsentrasi Eropa guna melemahkan konsistensi umat Islam dari agamanya dengan berbagai mediasi, karena kondisi jauhnya umat Islam dari agamanya bakal memisahkan mereka dari sumber kekuatan sehingga bukan merupakan satu kesulitan untuk menghancurkan dan mengalahkan umat Islam dengan kekuatan militer. Diantara gagasan tokoh-tokoh Eropa tersebut adalah:

 Pendapat Raja Perancis Louis IX sepulang dari usaha invasi pasukan salibis melawan Mesir : "Sesungguhnya kemenangan terhadap umat Islam tidak akan pernah terwujud lewat perang militer, tapi kemenangan mungkin hanya direalisasikan dengan jalan politik, sbb:

1. Menyulut api pertikaian antara para pemimpin umat Islam, jika kita berhasil mengkondisikannya maka dilanjutkan dengan upaya memperdalam jurang pemisah antara mereka sebisa mungkin hingga pertikaian ini benar-benar menjadi faktor kelemahan umat Islam .
2. Menutup peluang berdiri pemerintahan Islam yang kokoh di negara-negara Islam dan Arab khususnya .

3. Mengacaukan konstitusi di negara-negara Islam dengan perilaku suap-menyuap, korupsi dan wanita sehingga pondasi lepas dari puncaknya.

4. Mencegah perlawanan tentara Islam guna melakukan pengorbanan demi mempertahankan prinsip-prinsip yang dianut dalam rangka pembelaan terhadap negara Islam.

5. Melakukan upaya mencegah bersatunya negara-negara Arab .

6. Usaha pendirian negara asing di daerah teritorial Arab yang terbentang antara Gaza di bagian Selatan dan Antakia di Utara, kemudian ke arah Timur hingga membentang sampai ke Barat .

 Pendapat Gladeston, Perdana Menteri Inggris dalam Majelis Rendah Inggris mengatakan: "Selama Al-Quran masih tetap eksis di tengah umat Islam, maka jangan harap Eropa akan merasakan ketenangan dan mampu menguasai Timur .

 Orientalis Gardner mengatakan: "Sesungguhnya kekhawatiran Eropa berada pada kekuatan tersembunyi dalam Islam.

 Seorang Gubernur Perancis di Aljazair –dalam sebuah acara “in memoriam se-abad pasca penjajahan Perancis terhadap Aljazair” mengatakan: "Sesungguhnya kita tidak akan pernah menang atas Aljazair selama mereka masih membaca Al-Quran dan menggunakan bahasa Arab, merupakan sebuah kewajiban kita untuk menghilangkan keberadaan Al-Quran dari tengah-tengah mereka dan menghapus bahasa Arab dari lidah-lidah mereka" .

 Pendapat Lawrence Brown mengatakan: Sesungguhnya Islam adalah satu-satunya tembok penghalang bagi Imprealisme Eropa .
 Seorang misionaris berkata: "Kekuatan tersembunyi dalam Islam merupakan satu-satunya yang menghambat perkembangan agama Kristen .

 Seorang orientalis bernama Gallie berkata: "Kewajiban kita adalah menjadikan Al-Quran sebagai pedang paling tajam untuk menghancurkan Islam itu sendiri, kita perlu menjelaskan pada umat Islam sebuah konsep bahwa kebenaran dalam Al-Quran bukan hal baru dan sebaliknya hal-hal baru dalam Al-Quran itu tidak benar .

 Samuel Zweimmer –pimpinan organisasi misionaris- dalam sebuah seminar yang diadakan pada tahun 1935 dan diikuti oleh para misionaris dari berbagai belahan dunia berkata; "misi anda adalah menjadikan umat Islam keluar dari agamanya supaya mereka menjadi manusia yang tidak berinteraksi dengan Allah, dan pada gilirannya tidak ada lagi landasan moral yang selayaknya mereka miliki sebagai sebuah umat. Dengan misi ini anda menjadi pionir-pionir penaklukan kolonialisme atas kerajaan-kerajaan Islam. Hingga pada akhirnya anda mampu meraih simpati kerajaan-kerajaan Islam agar mau menerima perjuangan anda yaitu mengeluarkan umat Islam dari agama mereka –tanpa disadari-, dan anda tidaklah dituntut untuk meng”Kristen”kan mereka. Kemudian barulah muncul sebuah generasi baru Islam yang akan mengikut kehendak kolonialisme, tidak menaruh perhatian terhadap hal-hal krusial dan lebih memilih bermalas-malasan dan bersantai-santai serta berusaha menggapai kesenangan-kesenangan dengan berbagai cara, sehingga syahwat merupakan satu-satunya tujuan hidup, jika mereka berilmu semata-mata hanya untuk menggapai kesenangan-kesenangan yang menipu, dan mengumpulkan harta hanya untuk syahwat, memperoleh jabatan tinggi hanya untuk tujuan duniawi. Pokoknya semua potensi hanya untuk tujuan duniawi. Bila ini sudah tercapai maka misi anda telah selesai dengan gemilang .

C. Perkembangan Ghazwul Fikri

Ghazwul fikri dalam perkembangannya berawal dari orientalisme, kemudian bermetamorfosa menjadi misionarisme, lalu bermetamorofosa menjadi arus westernisasi masyarakat Islam dengan metode rekayasa busuk serta terkadang dengan cara-cara radikal dan kekuasaan. Metode variatif arus westernisasi ini ibarat menembakkan banyak anak panah menuju satu sasaran, jika satu anak panah tidak tepat sasaran maka mungkin anak panah lain mengenai sasaran dengan tepat. Untuk merealisasikan metode-metode ini tergabung di dalamnya sejumlah besar pasukan salibis yang beranggotakan para ahli kitab, para penguasa dan penyeru kesesatan untuk meramaikan kancah perang pemikiran di tengah-tengah umat Islam. Mereka sengaja menempatkan para pengikutnya pada posisi-posisi strategis di tengah umat dan memberikan gelar-gelar pemimpin dan kaum modernis sehingga umat tertipu.

Mudah-mudahan ini dapat memberikan ilustrasi ringkas seputar defenisi dan perkembangan perang pemikiran, sekarang kita beranjak menerangkan hal-hal yang mesti dipahami mengenai orientalisme, kristenisasi dan media-media penting dalam westernisasi masyarakat Islam.


Simplex Magazine2

Aliquam erat volutpat. Ut wisi enim ad minim veniam, quis nostrud exerci tation ullamcorper suscipit lobortis nisl ut aliquip ex ea commodo consequat.